Jumat, 24 Februari 2012

MAKALAH REKAYASA GENETIKA TANAMAN

 

MAKALAH

 

Rekayasa Genetika

 Menghasilkan Tanaman Jambu Air Tanpa Biji

 

 

 

OLEH

SUCI FAJRINA

12613 / 2009

PENDIDIKAN BIOLOGI

 

 

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2012


PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ahli telah mulai lagi mengembangkan bioteknologi dengan memanfaatkan prinsip-prinsip ilmiah melalui penelitian. Dalam bioteknologi modern orang berupaya dapat menghasilkan produk secara efektif dan efisien.
Rekayasa Genetika atau DNA Rekombinan dapat didefinisikan sebagai pembentukan rekombinasi baru dari material yang dapat diturunkan dengan cara penyisipan DNA dari luar kedalam suatu wahana (vektor tertentu) sehingga memungkinkan penggabungan dan kelanjutan berkembang baru. Dengan teknik DNA rekombinan sekarang, ada kemungkinan untuk menumbuhkan setiap segmen dari setiap DNA pada bakteri. Hasil organisme yang telah mengalami rekayasa genetika, yang dilakukan melalui pemindahan atau transfer sebuah atau lebih gen antara species yang sama atau yang berbeda itu, disebut transgenic (Shanty, 2007).
Obyek rekayasa genetika mencakup hampir semua golongan organisme, mulai dari bakteri, fungi, hewan tingkat rendah, hewan tingkat tinggi, hingga tumbuh-tumbuhan. Bidang kedokteran dan farmasi paling banyak berinvestasi di bidang yang relatif baru ini. Sementara itu bidang lain, seperti ilmu pangan, kedokteran hewan, pertanian (termasuk peternakan dan perikanan), serta teknik lingkungan juga telah melibatkan ilmu ini untuk mengembangkan bidang masing-masing (Suryo 1994: 344).
Jambu air tanpa biji,bisa diperoleh dengan menyemprotkan hormon giberellin pada bunga buah. Giberellin 20-oxidase yang diekspresikan pada bagian polen (serbuk sari) sebelum polinasi (di bawah kontrol promoter spesifik bagian polen).Pertumbuhan biji akan terhambat. Namun kelemahannya buah yang di hasilkan akan kecil-kecil. Tapi sebenarnya dengan rekayasa genetik dalam lab yang lebih rumit, DNA (Deoxyribonucleaic Acid) tanaman bisa direkayasa hingga bisa dihasilkan buah-buahan tanpa biji.



Rekayasa Genetika

 Menghasilkan Tanaman Jambu Air Tanpa Biji


Buah merupakan bagian yang penting dari tanaman karena organ ini merupakan tempat yang sesuai bagi perkembangan, perlindungan, dan penyebaran biji. Pada buah normal, pembentukan buah dimulai dengan adanya proses persarian (polinasi) kepala putik (stigma) oleh serbuk sari (polen) secara sendiri (self pollination) atau oleh bantuan angin, serangga penyerbuk (polinator), dan manusia (cross pollination). Selanjutnya polen berkecambah dan membentuk tabung polen (pollen tube) untuk mencapai bakal biji (ovule). Peristiwa bertemunya polen (sel jantan) dengan bakal biji (sel telur) di dalam bakal buah (ovary) disebut pembuahan (fertilisasi). Kemudian bakal buah akan membesar dan berkembang menjadi buah bersamaan dengan pembentukan biji. Akhirnya akan dihasilkan buah yang fertil (berbiji) (Pardal, 2001).
Biasanya buah partenokarpi ini tanpa biji (seedless) karena tanpa melalui fertilisasi. Partenokarpi ini kurang menguntungkan bagi program produksi benih/biji , namun tidak bagi pebisnis jenis tanaman komersial (hortikultura) karena menghasilkan buah tanpa biji atau berbiji lunak selain itu juga memberikan kemungkinan untuk perbaikan pembentukan biji apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan untuk produksi polen, perkecambahan dan fertilisasi, selain itu pada beberapa tanaman yang tidak mempunyai biji dapat memperbaiki kualitas buah tetapi lebih bermanfaat bagi peningkatan kualitas dan produktivitas buah, sebagai contoh, pada terung partenokarpi dapat meningkatkan kualitas buah, sedangkan pada Actinidia dapat meningkatkan produktivitas buah dan tidak membutuhkan bantuan serangga penyerbuk (pollinator). Selain terung ada pisang, timun, nanas, pir, sukun, dan jambu-jambuan (Anonim, 2009).
Partenokarpi bukanlah gejala yang dapat disejajarkan dengan partenogenesis pada hewan. Gejala apomiksis pada tumbuhanlah yang lebih tepat sebagai gejala yang paralel. Partenokarpi dapat terjadi secara alami (genetik) ataupun buatan (induksi). Partenokarpi alami ada dua tipe, yaitu obligator apabila terjadinya tanpa faktor/pengaruh luar dan fakultatif dan fakultatif apabila terjadinya karena ada faktor/pengaruh dari luar/lingkungan yang tidak sesuai untuk polinasi dan fertilisasi, misalnya suhu terlalu tinggi atau rendah (Anonim, 2009)
Sedangkan partenokarpi buatan dapat di induksi melalui aplikasi zat pengatur tumbuh (fitohormon) pada kuncup bunga atau melalui polinasi dengan polen inkompatibel atau dapat diserbuki dengan polen yang telah diradiasi sinar X. Bahkan, kini dengan adanya kemajuan teknologi di bidang biologi molekuler partenokarpi dapat diinduksi secara endogen melalui teknik rekayasa genetika, yaitu dengan cara menyisipkan gen partenokarpi (pengkode IAA/giberelin) ke dalam genom tanaman target melalui proses transformasi genetik. Tanaman transgenik yang telah mengandung gen partenokarpi akan mengekspresikan senyawa auksin pada plasenta dan ovule atau giberelin pada polen sebelum polinasi.
  • Partenokarpi Alami
Partenokarpi dapat terjadi secara alami (genetik) pada beberapa jenis tanaman saja (terbatas), misalnya pada pisang (triploid), tomat, dan manggis. Partenokarpi dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu obligator dan fakultatif. Partenokarpi disebut obligator apabila terjadi secara alami (genetik) tanpa adanya pengaruh dari luar. Hal ini dapat terjadi karena tanaman tersebut secara genetik memiliki gen penyebab partenokarpi, misalnya pada tanaman pisang yang kebanyakan triploid. Tanaman triploid ini memiliki mekanisme penghambatan perkembangan biji atau embrio sejak awal, sehingga buah yang terbentuk tanpa biji. Sedangkan partenokarpi fakultatif apabila terjadinya karena ada faktor/pengaruh dari luar, misalnya pada tanaman tomat dapat terjadi pembentukan buah partenokarpi pada suhu dingin atau suhu panas(Agostino, 2005).
  • Partenokarpi Buatan
A.  Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh
Pada awal abad ke-19 telah diketahui bahwa polinasi tanpa fertilisasi dapat merangsang pembentukan buah. Kemudian, ekstrak polen diketahui pula dapat menginduksi pembentukan dan perkembangan buah. Berikutnya diketahui lagi bahwa auksin dapat menggantikan polinasi dan fertilisasi pada proses pembentukan dan perkembangan buah pada beberapa spesies tanaman.
Percobaan pada tanaman strawbery, di mana bakal biji yang telah dibuahi (achenes) dapat dihilangkan tanpa merusak bagian reseptakel ternyata buah tetap tumbuh dan berkembang setelah achenes tersebut diganti dengan olesan senyawa lanolin yang berisi auksin. Lebih lanjut, telah dibuktikan bahwa kandungan dan sintesis auksin pada bakal biji (achenes) berlangsung hingga 17 hari setelah pembuahan. Hal ini membuktikan bahwa auksin dibutuhkan selama perkembangan buah.
Zat pengatur tumbuh (ZPT) lain, seperti giberelin dan sitokinin juga terbukti dapat menggantikan peran biji dalam perkembangan buah. Namun, untuk efisiensi partenokarpi perlu kombinasi atau pengulangan aplikasi ZPT tersebut. Zat pengatur tumbuh berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kandungan auksin (IAA) endogen dalam bakal buah (ovary), baik setelah polinasi dan fertilisasi ataupun setelah aplikasi ZPT dari luar. Kadar auksin selama perkembangan bakal buah berbeda-beda untuk setiap tanaman, tetapi umumnya meningkat pada saat 20 hari setelah pembungaan (anthesis) baik pada bunga yang diserbuki atau yang disemprot auksin. Peningkatan kadar IAA pada bakal buah akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan buah pada fase awal pembungaan. Mekanisme inilah yang mengilhami para ahli bioteknologi pertanian dalam pembentukan buah partenokarpi melalui rekayasa genetika.
B. Manipulasi Ploidi (Alteration in Chromosomes Number)
Partenokarpi dapat pula diinduksi secara genetik, yaitu melalui manipulasi jumlah ploidi (kromosom) pada tanaman. Hal ini dapat ditempuh dengan persilangan biasa, misalnya antara tanaman semangka dikotil (sebagai induk jantan/ penyerbuk) dengan tanaman tetraploid (sebagai induk betina) menghasilkan hybrid (F1) triploid yang ternyata dapat menghasilkan buah partenokarpi tanpa biji (seedless). Pada tanaman triploid ini bakal biji (ovule) terhambat sejak awal perkembangannya, sehingga embrio tidak berkembang. Akibatnya tanaman hanya menghasilkan buah tanpa biji dengan integumen yang rudimenter (tidak berkembang).
C.  Metode DNA Rekombinan (Rekayasa Genetika)
Pada beberapa tahun terakhir, beberapa metode telah dicoba dan dikembangkan untuk menghasilkan partenokarpi melalui rekayasa genetika tanaman. Pembentukan buah partenokarpi melalui teknik DNA rekombinan dapat ditempuh melalui dua pendekatan, yaitu (1) menghambat perkembangan embrio/biji tanpa mempengaruhi pertumbuhan buah dan (2) ekspresi fitohormon pada bagian ovary/ ovule untuk memacu perkembangan buah partenokarpi.
Cara pendekatan pertama ditempuh melalui penggunaan gen yang bersifat merusak sel (cytotoxic). Gen ini akan menghasilkan senyawa toksik terhadap sel-sel embrio/ biji, sehingga akan menghambat bahkan merusak perkembangan embrio/biji. Pertumbuhan buah tetap berlangsung, tetapi tidak menghasilkan biji. Sebagai contoh, penggunaan gen barnase yang diisolasi dari bakteri Bacillus amyloliquefaciens atau kombinasi gen sitotoksik, misalnya gen iaaM dan iaaH dari bakteri yang mengekspresikan senyawa toksik kadar tinggi terhadap sel-sel embrio/biji. Kombinasi ekspresi dua gen ini akan merubah triptofan menjadi IAA melalui senyawa indoleacetamide. Kadar IAA tinggi ini akan bersifat toksik terhadap sel-sel biji atau embrio tanaman. Beberapa ahli juga menggunakan gen regulator yang dapat mengekspresikan senyawa toksik yang mempengaruhi perkembangan embrio atau endosperm. Gen barnase akan menghasilkan enzim ribonuklease pada bagian biji di bawah kontrol promoter spesifik bagian kulit biji. Tetapi pembentukan partenokarpi melalui cara pendekatan ini kurang berhasil dan tidak berkembang, karena hingga kini belum ada data hasil percobaan yang mendukung keberhasilan teknik ini.
Pembentukan Buah Partenokarpi melalui Rekayasa Genetika Cara pendekatan kedua dalam menghasilkan partenokarpi adalah melalui pengekspresian senyawa fitohormon IAA atau analognya pada bagian bakal buah (ovary) terlihat lebih efektif. Cara kedua ini didasari oleh pengetahuan sebelumnya bahwa aplikasi fitohormon sejenis auksin/ giberelin dapat menggantikan peran biji dalam merangsang pembentukan dan perkembangan buah. Induksi buah partenokarpi melalui penggunaan gen pengkode giberelin telah berhasil, yaitu giberellin 20-oxidase yang diekspresikan pada bagian polen (serbuk sari) sebelum polinasi (di bawah kontrol promoter spesifik bagian polen). Buah partenokarpi dapat terbentuk sebelum fertilisasi (anthesis). Telah berhasil digunakan promoter bagian regulator defh9 (deficiens homologue 9) dari Antirrhinum majus untuk mengekspresikan gen iaaM (pengkode IAA) dari Pseudomonas syringae pv savastanoi pada bagian plasenta dan bakal biji. Gen kimerik defh9-iaaM ini telah berhasil menginduksi buah partenokarpi pada beberapa tanaman dari famili Solanaceae seperti terung, temba-kau, dan tomat. Tanaman hibrid (F1) terung yang mengandung gen defh9-iaaM menunjukkan peningkatan produksi pada musim dingin.
Dari semua tanaman transgenik partenokarpi tersebut ditemukan kadar ekspresi auksin yang sangat rendah pada mRNA yang diekstrak dari kuncup bunga. Dari hasil percobaan ternyata terdapat faktor penting di dalam pembuatan buah partenokarpi melalui rekayasa genetika, yaitu terletak pada penggunaan bagian regulator (regulator region) dalam konstruksi gen kimera. Bagian regulator merupakan informasi genetik yang sangat penting dalam mengontrol ekspresi gen interest baik secara temporal atau spatial. Dua parameter ini sangat penting dalam memperoleh partenokarpi dan meyakinkan ekspresi yang optimal dari gen partenokarpi tanpa menghambat pertumbuhan vegetatif (buah) pada tanaman transgeniknya. Dengan demikian, semua gen regulator yang digunakan diarahkan ekspresinya ke bagian ovary dan bagian-bagiannya. Sebagai contoh gen kimera defh9-iaaM, bagian regulator defh9 (promoter) dapat mengontrol ekspresi gen iaaM (pengkode IAA) hanya pada bagian plasenta, ovule, dan bagian ovule. Ekspresi IAA pada bagian ovule ditujukan untuk menggantikan peran biji dalam memacu pertumbuhan buah, sedangkan ekspresi IAA pada bagian plasenta untuk meyakinkan bahwa partenokarpi terjadi sebelum polinasi (anthesis). Hal ini dimaksudkan membandingkan dengan buah hasil penyerbukan biasa atau aplikasi ZPT.
Metode Pembentukan Buah Jambu Air Tanpa Biji
Beberapa jenis tanaman mempunyai kemampuan untuk membentuk buah tanpa melalui proses polinasi dan fertilisasi. Buah yang terbentuk tanpa melalui polinasi dan fertilisasi ini disebut buah partenokarpi. Buah partenokarpi dapat dibuat dengan memotong benang sari pada bunga yang siap mekar, sehingga dalam bunga itu hanya terdapat putik saja. Kemudian bunga tersebut ditutup dengan kapas lalu ditetesi dengan zat tumbuh seperti IAA atau GA. Penetesan IAA atau GA dilakukan setiap hari sampai tampak adanya perubahan secara morfologi (Anonim, 2009).
Jambu air adalah tumbuhan dalam suku jambu-jambuan atau Myrtaceae yang berasal dari Asia Tenggara. Jambu air sebetulnya berbeda dengan jambu semarang (Syzygium Aqueum), kerabat dekatnya yang memiliki pohon dan buah hampir serupa. Beberapa kultivarnya bahkan sukar dibedakan, sehingga kedua-duanya kerap dinamai dengan nama umum jambu air atau jambu saja.(Anonim 2010)
Jambu air tanpa biji,bisa diperoleh dengan menyemprotkan hormon giberellin pada bunga buah. Giberellin 20-oxidase yang diekspresikan pada bagian polen (serbuk sari) sebelum polinasi (di bawah kontrol promoter spesifik bagian polen).Pertumbuhan biji akan terhambat. Namun kelemahannya buah yang di hasilkan akan kecil-kecil. Tapi sebenarnya dengan rekayasa genetik dalam lab yang lebih rumit, DNA (Deoxyribonucleaic Acid) tanaman bisa direkayasa hingga bisa dihasilkan buah-buahan tanpa biji.
Aplikasi fitohormon sejenis auksin/ giberelin dapat menggantikan peran biji dalam merangsang pembentukan dan perkembangan buah.Penggunaan gen pengkode auksin, giberelin atau sitokinin (iaaM, iaaH atau ipt) dari Agrobacterium tumefaciens di bawah kontrol sequen regulator spesifik bagian ovary telah berhasil. Gen iaaM mengkode senyawa triptofan 2-monooxigenase yang akan meru-bah triptofan menjadi indoleaceta-mide (IAM), lalu menjadi indole acetic acid (IAA) dan amonia menggunakan promoter GH3 dari kedelai atau AGL5 (Agamous-like 5) dari Arabidopsis atau PLE36 dari tembaka. GH3 merupakan promoter inducible auksin di bagian ovary, AGL5 spesifik pada perkembangan karpela dan PLE 36 spesifik untuk ovary. Telah berhasil digunakan promoter bagian regulator defh9 (deficiens homologue 9) dari Antirrhinum majus untuk mengekspresikan gen iaaM (pengkode IAA) dari Pseudomonas syringae pv savastanoi pada bagian plasenta dan bakal biji. Gen kimerik defh9-iaaM ini telah berhasil menginduksi buah.
Zat pengatur tumbuh (ZPT), seperti giberelin dan sitokinin juga terbukti dapat menggantikan peran biji dalam perkembangan buah. Namun, untuk efisiensi partenokarpi perlu kombinasi atau pengulangan aplikasi ZPT tersebut. Zat pengatur tumbuh berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kandungan auksin (IAA) endogen dalam bakal buah (ovary).
KESIMPULAN
  • Rekayasa Genetika atau DNA Rekombinan dapat didefinisikan sebagai pembentukan rekombinasi baru dari material yang dapat diturunkan dengan cara penyisipan DNA dari luar kedalam suatu wahana (vektor tertentu) sehingga memungkinkan penggabungan dan kelanjutan berkembang baru.
  • Rekayasa genetika merupakan suatu cara memanipulasikan gen untuk menghasilkan makhluk hidup baru dengan sifat yang diinginkan. Rekayasa genetika disebut juga pencangkokan gen atau rekombinasi DNA. Dalam rekayasa genetika digunakan DNA untuk menggabungkan sifat makhluk hidup.
  • Beberapa cara telah dilakukan untuk teknik penciptaan buah tanpa biji diantaranya yaitu dengan teknologi penyilangan tanaman 2N dan 4N hingga menghasilkan tanaman triploid yang seedless, sinar radiasi, dan  menggunakan penyemprotan giberelin yang dilakukan pada bunga buah yaitu pada saat bunga mekar.
  • Jambu air tanpa biji,bisa diperoleh dengan menyemprotkan hormon giberellin pada bunga buah. Giberellin 20-oxidase yang diekspresikan pada bagian polen (serbuk sari) sebelum polinasi (di bawah kontrol promoter spesifik bagian polen).Pertumbuhan biji akan terhambat.










DAFTAR PUSTAKA
Kompas, 2005. Mikroorganisme Lingkungan Akuatik. Edisi 6 Oktober 2011.
Leung R. 2005. Genetic Care in Asia, Makalah Plenary Kongres Nasional, di Jakarta, 10 – 11 September.
Pelczar, 1988. Mirobiologi Lanjut. Jakarta
Pardal, Jumali. Saptowo. 2001. Pembentukkan Buah Partenokarpi melalui Rekayasa Genetika.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar