MAKALAH
Rekayasa Genetika
Menghasilkan Tanaman Jambu Air Tanpa Biji
OLEH
SUCI FAJRINA
12613 / 2009
PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, para ahli telah mulai lagi mengembangkan bioteknologi dengan
memanfaatkan prinsip-prinsip ilmiah melalui penelitian. Dalam bioteknologi
modern orang berupaya dapat menghasilkan produk secara efektif dan
efisien.
Rekayasa Genetika atau DNA Rekombinan
dapat didefinisikan sebagai pembentukan rekombinasi baru dari material yang
dapat diturunkan dengan cara penyisipan DNA dari luar kedalam suatu wahana
(vektor tertentu) sehingga memungkinkan penggabungan dan kelanjutan berkembang
baru. Dengan teknik DNA rekombinan sekarang, ada kemungkinan untuk menumbuhkan
setiap segmen dari setiap DNA pada bakteri. Hasil organisme yang telah
mengalami rekayasa genetika, yang dilakukan melalui pemindahan atau transfer
sebuah atau lebih gen antara species yang sama atau yang berbeda itu, disebut
transgenic (Shanty, 2007).
Obyek rekayasa genetika mencakup hampir
semua golongan organisme, mulai dari bakteri, fungi, hewan tingkat rendah,
hewan tingkat tinggi, hingga tumbuh-tumbuhan. Bidang kedokteran dan farmasi
paling banyak berinvestasi di bidang yang relatif baru ini. Sementara itu
bidang lain, seperti ilmu pangan, kedokteran hewan, pertanian (termasuk
peternakan dan perikanan), serta teknik lingkungan juga telah melibatkan ilmu
ini untuk mengembangkan bidang masing-masing (Suryo 1994: 344).
Jambu air tanpa biji,bisa diperoleh dengan
menyemprotkan hormon giberellin pada bunga buah. Giberellin 20-oxidase yang
diekspresikan pada bagian polen (serbuk sari) sebelum polinasi (di bawah
kontrol promoter spesifik bagian polen).Pertumbuhan biji akan terhambat. Namun
kelemahannya buah yang di hasilkan akan kecil-kecil. Tapi sebenarnya dengan
rekayasa genetik dalam lab yang lebih rumit, DNA (Deoxyribonucleaic Acid)
tanaman bisa direkayasa hingga bisa dihasilkan buah-buahan tanpa biji.
Rekayasa Genetika
Menghasilkan Tanaman Jambu Air Tanpa Biji
Buah merupakan bagian yang penting dari tanaman
karena organ ini merupakan tempat yang sesuai bagi perkembangan, perlindungan,
dan penyebaran biji. Pada buah normal, pembentukan buah dimulai dengan adanya
proses persarian (polinasi) kepala putik (stigma) oleh serbuk
sari (polen) secara sendiri (self pollination) atau oleh
bantuan angin, serangga penyerbuk (polinator), dan manusia (cross
pollination). Selanjutnya polen berkecambah dan membentuk tabung polen (pollen
tube) untuk mencapai bakal biji (ovule). Peristiwa bertemunya
polen (sel jantan) dengan bakal biji (sel telur) di dalam bakal buah (ovary)
disebut pembuahan (fertilisasi). Kemudian bakal buah akan membesar dan
berkembang menjadi buah bersamaan dengan pembentukan biji. Akhirnya akan
dihasilkan buah yang fertil (berbiji) (Pardal, 2001).
Biasanya buah partenokarpi ini tanpa biji (seedless)
karena tanpa melalui fertilisasi. Partenokarpi ini kurang menguntungkan bagi
program produksi benih/biji , namun tidak bagi pebisnis jenis tanaman komersial
(hortikultura) karena menghasilkan buah tanpa biji atau berbiji lunak selain
itu juga memberikan kemungkinan untuk perbaikan pembentukan biji apabila
kondisi lingkungan tidak menguntungkan untuk produksi polen, perkecambahan dan
fertilisasi, selain itu pada beberapa tanaman yang tidak mempunyai biji dapat
memperbaiki kualitas buah tetapi lebih bermanfaat bagi peningkatan kualitas dan
produktivitas buah, sebagai contoh, pada terung partenokarpi dapat meningkatkan
kualitas buah, sedangkan pada Actinidia dapat meningkatkan
produktivitas buah dan tidak membutuhkan bantuan serangga penyerbuk (pollinator).
Selain terung ada pisang, timun, nanas, pir, sukun, dan jambu-jambuan (Anonim,
2009).
Partenokarpi bukanlah gejala yang dapat
disejajarkan dengan partenogenesis pada hewan. Gejala apomiksis pada tumbuhanlah yang lebih
tepat sebagai gejala yang paralel. Partenokarpi dapat terjadi secara alami
(genetik) ataupun buatan
(induksi). Partenokarpi alami ada dua tipe, yaitu obligator apabila terjadinya
tanpa faktor/pengaruh luar dan fakultatif dan fakultatif apabila terjadinya
karena ada faktor/pengaruh dari luar/lingkungan yang tidak sesuai untuk
polinasi dan fertilisasi, misalnya suhu terlalu tinggi atau rendah (Anonim,
2009)
Sedangkan partenokarpi buatan dapat di induksi
melalui aplikasi zat pengatur tumbuh (fitohormon) pada kuncup bunga atau
melalui polinasi dengan polen inkompatibel atau dapat diserbuki dengan polen
yang telah diradiasi sinar X. Bahkan, kini dengan adanya kemajuan teknologi di
bidang biologi molekuler partenokarpi dapat diinduksi secara endogen melalui
teknik rekayasa genetika, yaitu dengan cara menyisipkan gen partenokarpi
(pengkode IAA/giberelin) ke dalam genom tanaman target melalui proses
transformasi genetik. Tanaman transgenik yang telah mengandung gen partenokarpi
akan mengekspresikan senyawa auksin pada plasenta dan ovule atau
giberelin pada polen sebelum polinasi.
- Partenokarpi Alami
Partenokarpi dapat terjadi secara alami
(genetik) pada beberapa jenis tanaman saja (terbatas),
misalnya pada pisang (triploid), tomat, dan
manggis. Partenokarpi dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu
obligator dan fakultatif. Partenokarpi disebut obligator
apabila terjadi secara alami (genetik) tanpa adanya
pengaruh dari luar. Hal ini dapat terjadi karena
tanaman tersebut secara genetik memiliki gen penyebab partenokarpi,
misalnya pada tanaman pisang yang kebanyakan triploid.
Tanaman triploid ini memiliki mekanisme penghambatan
perkembangan biji atau embrio sejak awal, sehingga buah yang
terbentuk tanpa biji. Sedangkan partenokarpi fakultatif apabila terjadinya
karena ada faktor/pengaruh dari luar, misalnya pada
tanaman tomat dapat terjadi pembentukan buah partenokarpi
pada suhu dingin atau suhu panas(Agostino, 2005).
- Partenokarpi Buatan
Pada awal abad ke-19 telah diketahui bahwa
polinasi tanpa fertilisasi dapat merangsang pembentukan buah. Kemudian, ekstrak
polen diketahui pula dapat menginduksi pembentukan dan perkembangan buah.
Berikutnya diketahui lagi bahwa auksin dapat menggantikan polinasi dan
fertilisasi pada proses pembentukan dan perkembangan buah pada beberapa spesies
tanaman.
Percobaan pada tanaman
strawbery, di mana bakal biji yang telah dibuahi (achenes) dapat dihilangkan
tanpa merusak bagian reseptakel ternyata buah tetap tumbuh dan berkembang
setelah achenes tersebut diganti dengan olesan senyawa lanolin yang berisi
auksin. Lebih lanjut, telah
dibuktikan bahwa kandungan dan sintesis auksin pada bakal biji (achenes)
berlangsung hingga 17 hari setelah pembuahan. Hal ini membuktikan bahwa auksin
dibutuhkan selama perkembangan buah.
Zat pengatur tumbuh (ZPT) lain, seperti giberelin
dan sitokinin juga terbukti dapat menggantikan peran biji dalam perkembangan
buah. Namun, untuk efisiensi partenokarpi perlu kombinasi atau pengulangan
aplikasi ZPT tersebut. Zat pengatur tumbuh berpengaruh langsung maupun tidak
langsung terhadap kandungan auksin (IAA) endogen dalam bakal buah (ovary),
baik setelah polinasi dan fertilisasi ataupun setelah aplikasi ZPT dari luar.
Kadar auksin selama perkembangan bakal buah berbeda-beda untuk setiap tanaman,
tetapi umumnya meningkat pada saat 20 hari setelah pembungaan (anthesis)
baik pada bunga yang diserbuki atau yang disemprot auksin. Peningkatan kadar
IAA pada bakal buah akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan buah pada fase
awal pembungaan. Mekanisme inilah yang mengilhami para ahli bioteknologi
pertanian dalam pembentukan buah partenokarpi melalui rekayasa genetika.
B. Manipulasi Ploidi (Alteration in Chromosomes
Number)
Partenokarpi dapat pula
diinduksi secara genetik, yaitu melalui manipulasi jumlah ploidi (kromosom)
pada tanaman. Hal ini dapat ditempuh dengan persilangan biasa, misalnya antara
tanaman semangka dikotil (sebagai induk jantan/ penyerbuk) dengan tanaman
tetraploid (sebagai induk betina) menghasilkan hybrid (F1) triploid yang
ternyata dapat menghasilkan buah partenokarpi tanpa biji (seedless). Pada tanaman triploid ini bakal biji (ovule)
terhambat sejak awal perkembangannya, sehingga embrio tidak berkembang.
Akibatnya tanaman hanya menghasilkan buah tanpa biji dengan integumen yang
rudimenter (tidak berkembang).
C. Metode DNA
Rekombinan (Rekayasa Genetika)
Pada beberapa tahun terakhir, beberapa metode
telah dicoba dan dikembangkan untuk menghasilkan partenokarpi melalui rekayasa
genetika tanaman. Pembentukan buah partenokarpi melalui teknik DNA rekombinan
dapat ditempuh melalui dua pendekatan, yaitu (1) menghambat perkembangan
embrio/biji tanpa mempengaruhi pertumbuhan buah dan (2) ekspresi fitohormon
pada bagian ovary/ ovule untuk memacu perkembangan buah
partenokarpi.
Cara pendekatan pertama ditempuh melalui
penggunaan gen yang bersifat merusak sel (cytotoxic). Gen ini akan
menghasilkan senyawa toksik terhadap sel-sel embrio/ biji, sehingga akan
menghambat bahkan merusak perkembangan embrio/biji. Pertumbuhan buah tetap
berlangsung, tetapi tidak menghasilkan biji. Sebagai contoh, penggunaan gen barnase
yang diisolasi dari bakteri Bacillus amyloliquefaciens atau
kombinasi gen sitotoksik, misalnya gen iaaM dan iaaH dari
bakteri yang mengekspresikan senyawa toksik kadar tinggi terhadap sel-sel
embrio/biji. Kombinasi ekspresi dua gen ini akan merubah triptofan menjadi IAA
melalui senyawa indoleacetamide. Kadar IAA tinggi ini akan bersifat
toksik terhadap sel-sel biji atau embrio tanaman. Beberapa ahli juga
menggunakan gen regulator yang dapat mengekspresikan senyawa toksik yang
mempengaruhi perkembangan embrio atau endosperm. Gen barnase akan
menghasilkan enzim ribonuklease pada bagian biji di bawah kontrol promoter
spesifik bagian kulit biji. Tetapi pembentukan partenokarpi melalui cara
pendekatan ini kurang berhasil dan tidak berkembang, karena hingga kini belum
ada data hasil percobaan yang mendukung keberhasilan teknik ini.
Pembentukan Buah Partenokarpi melalui Rekayasa
Genetika Cara pendekatan kedua dalam menghasilkan partenokarpi adalah melalui
pengekspresian senyawa fitohormon IAA atau analognya pada bagian bakal buah (ovary)
terlihat lebih efektif. Cara kedua ini didasari oleh pengetahuan sebelumnya
bahwa aplikasi fitohormon sejenis auksin/ giberelin dapat menggantikan peran
biji dalam merangsang pembentukan dan perkembangan buah. Induksi buah
partenokarpi melalui penggunaan gen pengkode giberelin telah berhasil, yaitu giberellin
20-oxidase yang diekspresikan pada bagian polen (serbuk sari) sebelum
polinasi (di bawah kontrol promoter spesifik bagian polen). Buah partenokarpi
dapat terbentuk sebelum fertilisasi (anthesis). Telah berhasil
digunakan promoter bagian regulator defh9 (deficiens homologue
9) dari Antirrhinum majus untuk mengekspresikan gen iaaM
(pengkode IAA) dari Pseudomonas syringae pv savastanoi pada
bagian plasenta dan bakal biji. Gen kimerik defh9-iaaM ini telah
berhasil menginduksi buah partenokarpi pada beberapa tanaman dari famili Solanaceae
seperti terung, temba-kau, dan tomat. Tanaman hibrid (F1) terung yang
mengandung gen defh9-iaaM menunjukkan peningkatan produksi pada musim
dingin.
Dari semua tanaman transgenik partenokarpi
tersebut ditemukan kadar ekspresi auksin yang sangat rendah pada mRNA
yang diekstrak dari kuncup bunga. Dari hasil percobaan ternyata terdapat faktor
penting di dalam pembuatan buah partenokarpi melalui rekayasa genetika, yaitu
terletak pada penggunaan bagian regulator (regulator region) dalam
konstruksi gen kimera. Bagian regulator merupakan informasi genetik yang sangat
penting dalam mengontrol ekspresi gen interest baik secara temporal
atau spatial. Dua parameter ini sangat penting dalam memperoleh
partenokarpi dan meyakinkan ekspresi yang optimal dari gen partenokarpi tanpa
menghambat pertumbuhan vegetatif (buah) pada tanaman transgeniknya. Dengan
demikian, semua gen regulator yang digunakan diarahkan ekspresinya ke bagian ovary
dan bagian-bagiannya. Sebagai contoh gen kimera defh9-iaaM, bagian
regulator defh9 (promoter) dapat mengontrol ekspresi gen iaaM (pengkode
IAA) hanya pada bagian plasenta, ovule, dan bagian ovule. Ekspresi
IAA pada bagian ovule ditujukan untuk menggantikan peran biji dalam
memacu pertumbuhan buah, sedangkan ekspresi IAA pada bagian plasenta untuk
meyakinkan bahwa partenokarpi terjadi sebelum polinasi (anthesis). Hal
ini dimaksudkan membandingkan dengan buah hasil penyerbukan biasa atau aplikasi
ZPT.
Metode Pembentukan Buah
Jambu Air Tanpa Biji
Beberapa jenis tanaman mempunyai kemampuan untuk
membentuk buah tanpa melalui proses polinasi dan fertilisasi. Buah yang
terbentuk tanpa melalui polinasi dan fertilisasi ini disebut buah partenokarpi.
Buah partenokarpi dapat dibuat dengan memotong benang sari pada bunga
yang siap mekar, sehingga dalam bunga itu hanya terdapat putik saja. Kemudian
bunga tersebut ditutup dengan kapas lalu ditetesi dengan zat tumbuh seperti IAA
atau GA. Penetesan IAA atau GA dilakukan setiap hari sampai tampak adanya
perubahan secara morfologi (Anonim, 2009).
Jambu air adalah tumbuhan dalam suku
jambu-jambuan atau Myrtaceae yang berasal dari Asia Tenggara. Jambu air sebetulnya berbeda dengan jambu semarang (Syzygium Aqueum),
kerabat dekatnya yang memiliki pohon dan buah hampir serupa. Beberapa kultivarnya bahkan sukar dibedakan,
sehingga kedua-duanya kerap dinamai dengan nama umum jambu air atau jambu
saja.(Anonim 2010)
Jambu air tanpa biji,bisa diperoleh dengan menyemprotkan
hormon giberellin pada bunga buah. Giberellin 20-oxidase yang
diekspresikan pada bagian polen (serbuk sari) sebelum polinasi (di bawah
kontrol promoter spesifik bagian polen).Pertumbuhan biji akan terhambat. Namun
kelemahannya buah yang di hasilkan akan kecil-kecil. Tapi sebenarnya dengan
rekayasa genetik dalam lab yang lebih rumit, DNA (Deoxyribonucleaic Acid)
tanaman bisa direkayasa hingga bisa dihasilkan buah-buahan tanpa biji.
Aplikasi fitohormon sejenis
auksin/ giberelin dapat menggantikan peran biji dalam merangsang pembentukan
dan perkembangan buah.Penggunaan gen pengkode auksin, giberelin atau sitokinin
(iaaM, iaaH atau ipt) dari Agrobacterium
tumefaciens di bawah kontrol sequen regulator spesifik bagian ovary telah
berhasil. Gen iaaM mengkode senyawa triptofan 2-monooxigenase yang
akan meru-bah triptofan menjadi indoleaceta-mide (IAM), lalu menjadi indole
acetic acid (IAA) dan amonia menggunakan promoter GH3 dari kedelai atau
AGL5 (Agamous-like 5) dari Arabidopsis atau PLE36 dari
tembaka. GH3 merupakan promoter inducible
auksin di bagian ovary, AGL5 spesifik pada perkembangan karpela
dan PLE 36 spesifik untuk ovary. Telah berhasil digunakan promoter
bagian regulator defh9 (deficiens homologue 9) dari Antirrhinum
majus untuk mengekspresikan gen iaaM (pengkode IAA) dari Pseudomonas
syringae pv savastanoi pada bagian plasenta dan bakal biji. Gen
kimerik defh9-iaaM ini telah berhasil menginduksi buah.
Zat pengatur tumbuh (ZPT), seperti giberelin dan
sitokinin juga terbukti dapat menggantikan peran biji dalam perkembangan buah.
Namun, untuk efisiensi partenokarpi perlu kombinasi atau pengulangan aplikasi
ZPT tersebut. Zat pengatur tumbuh berpengaruh langsung maupun tidak langsung
terhadap kandungan auksin (IAA) endogen dalam bakal buah (ovary).
KESIMPULAN- Rekayasa Genetika atau DNA Rekombinan dapat didefinisikan sebagai pembentukan rekombinasi baru dari material yang dapat diturunkan dengan cara penyisipan DNA dari luar kedalam suatu wahana (vektor tertentu) sehingga memungkinkan penggabungan dan kelanjutan berkembang baru.
- Rekayasa genetika merupakan suatu cara memanipulasikan gen untuk menghasilkan makhluk hidup baru dengan sifat yang diinginkan. Rekayasa genetika disebut juga pencangkokan gen atau rekombinasi DNA. Dalam rekayasa genetika digunakan DNA untuk menggabungkan sifat makhluk hidup.
- Beberapa cara telah dilakukan untuk teknik penciptaan buah tanpa biji diantaranya yaitu dengan teknologi penyilangan tanaman 2N dan 4N hingga menghasilkan tanaman triploid yang seedless, sinar radiasi, dan menggunakan penyemprotan giberelin yang dilakukan pada bunga buah yaitu pada saat bunga mekar.
- Jambu air tanpa biji,bisa diperoleh dengan menyemprotkan hormon giberellin pada bunga buah. Giberellin 20-oxidase yang diekspresikan pada bagian polen (serbuk sari) sebelum polinasi (di bawah kontrol promoter spesifik bagian polen).Pertumbuhan biji akan terhambat.
DAFTAR PUSTAKA
Kompas, 2005. Mikroorganisme Lingkungan Akuatik.
Edisi 6 Oktober 2011.Leung R. 2005. Genetic Care in Asia, Makalah Plenary Kongres Nasional, di Jakarta, 10 – 11 September.
Pelczar, 1988. Mirobiologi Lanjut. Jakarta
Pardal, Jumali. Saptowo. 2001. Pembentukkan Buah Partenokarpi melalui Rekayasa Genetika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar